Sunday, September 18, 2011


Desain dan Merancang

Kata desain dalam konteksnya mengandung dua pengertian, yaitu desain sebagai kata kerja yaitu suatu kegiatan merancang dan desain sebagai kata benda yaitu hasil rancangan. Sementara untuk orang yang melakukan kegiatan mendesain atau merancang kita dapat menyebutnya desainer. Asal usul kata desain berawal dari bahasa Inggris yaitu design. Design menurut awal katanya yang berasal dari Latin yaitu Designare, berarti menandai atau membatasi. Kata sign sendiri berarti adalah ‘tanda’. Kata ‘rancang’ dalam bahasa Indonesia berasal dari sebutan kayu pancang yang ditancapkan ke tanah sebagai alat bantu untuk mengetahui seberapa dalam tanah tersebut. ‘Rancang’ juga disebut sebagai tanda. Pembuatan tanda-tanda ini pada awalnya adalah untuk membedakan, menyatakan kepemilikan, memberi suatu maksud tertentu. Ketika terdapat suatu permasalahan, tanda atau sign muncul untuk membatasi dan menandai dengan simbol-simbol tertentu agar mudah dikenali. Hal ini berarti design atau rancangan adalah suatu penyelesaian atau jawaban dari permasalahan yang muncul. Ciri-ciri desain pada hakekatnya mengandung dua unsur. Sebagai ‘kegiatan’, desain dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul. Sebagai ‘benda’, desain menentukan apa dan bagaimana sesuatu harus dijalankan.
Manusia mulai mendesain ketika mereka harus membuat suatu alat untuk membantu mereka hidup. Contohnya ketika manusia purba pada jaman dahulu membuat kapak batu dan tombak. Ada maksud dan tujuan tertentu ketika mereka menentukan seberapa besar kapak yang dibuat, seberapa panjang tombak yang mereka gunakan, bagaimana bentuk batunya agar dapat membantu mereka mencabik-cabik makanan mereka, itu semua tentunya dimulai dengan adanya problem. Sudah naluri manusia untuk mencari jalan keluar ketika mereka merasa terhambat.
Dalam konteks desain dan merancang, tentu arsitek termasuk salah satunya. Namun untuk khususnya arsitek ditujukan untuk perancang yang merencanakan suatu bangunan dan segala kegiatan yang berhubungan dengannya. Berasal dari awal katanya, Archictecton artinya bukanlah seseorang yang merancang atau memberi gagasan melainkan kepala tukang kayu. Ini dikarenakan pada jaman Yunani dulu, bangunan yang mereka ciptakan tidak diketahui siapa penggagasnya dan mereka tidak pernah memakai gambar sebagai suatu rencana. Orang-orang yang bertugas membangun itu lebih tepat disebut juru karena mereka memiliki pengetahuan yang luas tentang apa dan bagaimana operasional dari pembangunan itu. Ilmu arsitek dipelajari turun-temurun secara rahasia oleh keluarga-keluarga mereka. Lalu berubah pada jaman Romawi, pendidikan arsitek lebih terkonsep melalui beberapa tahap. Mereka dilatih seni bebas terlebih dahulu, lalu menjadi asisten seorang arsitek yang mapan sebelum beberapa tahun kemudian menjadi seorang arsitek itu sendiri. Ilmu arsitektur pun sempat menonjol sebagai seni yaitu pada jaman Revolusi Industri. Namun pada waktu itu kebutuhan akan perpaduan barang-barang dan desain yang baik belum terpenuhi. Maka itu Bauhaus didirikan sebagai suatu substansi pendidikan pertama yang mengangkat desain sebagai subyek yang dapat dipelajari. Setelah tahun 1960-an, ilmu tentang merancang telah dapat dibahas dengan baik dan tersusun. Pendekatan yang digunakan adalah 1) kumpulan objektif, 2) analisa, 3) evaluasi dan yang terakhir 4) strategi. Semakin modern, semakin banyak bidang yang dipelajari metode-metode yang selalu disesuaikan dengan keadaan pada jaman itu. Hal ini terus berkembang sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang perancang tentu harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai bermacam-macam hal.
Masalah desain dan rancangan pun tergantung oleh budaya, waktu, tempat, dan sistem nilai yang dianut oleh masyarakatnya. Kita tidak dapat menentukan batasan atau poin-poin untuk mengukur bagaimana desain dapat dibandingkan satu dengan yang lainnya karena problem yang dialami pun berbeda-beda. Cara mereka menyelesaikan masalah dan melihat permasalahan itu sendiri yang nantinya membentuk  keanekaragaman desain dan ciri khas yang ditonjolkan. Maka itu terdapat beberapa contoh kebudayaan yang menghasilkan desain sebagai suatu kegiatan rutin. Padahal, desain adalah sesuatu yang dinamis dan terus berubah. Kegiatan yang rutin itu dikhawatirkan tidak dapat peka terhadap permasalahan-permasalahan baru yang muncul sehingga tidak dapat menjawab tantangan dunia global.
Maka itu janganlah kita sebagai perancang melupakan definisi awal dari merancang, yaitu menyelesaikan suatu permasalahan. Kegiatan merancang yang hanya mengikuti keinginan klien atau membatasi pola-pola desain hanya akan membuat dunia desain kaku dan tak bergerak. Teruslah berpikir kreatif agar dapat menyelesaikan problem-problem yang lama ataupun baru dengan perspektif yang berbeda. Menggali pengetahuan sebanyak mungkin dapat mengeluarkan si perancang dalam berpikiran sempit dan rutin. Melalui penelusuran yang lebih dalam dan memperkaya ilmu dapat menghasilkan pandangan yang lebih imajinatif sehingga kita tidak takut dengan berbagai problem-problem baru yang terus hadir di dunia yang dinamis ini. 

Sumber : Desain dan merancang oleh Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch